PASIR PANGARAIAN-DEMAM batu akik memang menjadi fenomena. Dimana-mana orang bicara batu. Bahkan sudah sampai di kalangan anak-anak. Geliatnya juga sudah jauh menembus perkampungan. Sampai larut malam, di banyak sudut tempat, aktivitas mengasah batu akik menjadi pemandangan biasa.
Saking menggilanya, orang yang tak pakai batu cincin, tangannya langsung disebut kaki. "Turunkan kakimu," begitu kira-kira sindiran bagi tangan yang tak pakai batu cincin. Itu artinya, secara tak langsung mengisyaratkan, baru boleh disebut tangan, kalau sudah pakai batu cincin melingkar dijari. Ada ada saja. Tapi itulah fenomenanya.
”Terlepas dari itu, saya pikir ini peluang. Peluang menggairahkan potensi ekonomi kerakyatan, karena masyarakat biasa dengan mudah bisa menggeluti usaha ini. Misalnya saja, untuk membuka usaha pengasahan dan penjualan batu akik, tak perlu modal besar, karena modalnya relatif kecil. Artinya, tak perlu harus mengeluarkan uang berjuta-juta,” terang Ketua DPRD Rokan Hulu, Nasrul Hadi Selasa (31/3).
Lanjutnya, umumnya tarif pengasahan sekitar Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu perbatu. Sepuluh batu saja mampu diasah setiap hari, yang dirata-ratakan seharga Rp 30 ribu, minimal sudah Rp 300 ribu penghasilan yang bisa dibawa pulang setiap hari. Angka itu dipikir masih angka minimum. Bagaimana kalau sudah puluhan buah, sudah berapa duit yang bisa dibawa pulang.
”Inilah yang saya maksud potensi usaha baru yang sekarang sedang buming-bumingnya. Masyarakat yang jeli, usaha ini juga bisa menjadi sumber pendapatan baru dan cukup menjanjikan. Faktanya sudah banyak yang membuktikan dan tidak sedikit masyarakat yang sudah beralih usaha menjadi penjual dan pengasah batu akik,” jelasnya Nasru Hadi yang juga Mantan Dirut Perusda Rokan Hulu.
Dijelaskannya, terus lewat fenomena ini, juga menjadi moment bagi daerah untuk menggali potensi batu di daerahnya masing-masing, di sejumlah daerah di Riau, juga memiliki jenis-jenis batu yang punya nilai ekonomi tinggi yang selama ini masih terendam dan kualitasnya tak kalah dari batu-batu lain yang sudah punya nama duluan.
Tambahnya, di Rokan Hulu misalnya, sudah teridentifikasi sejumlah jenis batu yang memiliki kualitas bagus dan sudah pula diuji secara resmi di Internasional Gemological Laboratory (IGL) Jakarta Dinas Pertambangan dan Energi (Distmaben) Rokan Hulu.
Hasilnya, IGL menyatakan 5 batu akik Rokan Hulu merupakan batu mulia kelas tiga dengan tingkat kekerasan 7 Mohs. Batu-batu yang dimaksud adalah batu akik jenis Batik, Blue Rokan, Solar Rokan, Badar Besi dan batu jenis Jangek. Saya pikir ini potensi daerah yang bisa menjadi sumber pendapatan yang sangat menjanjikan, baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.
Mungkin daerah-daerah lainnya di Riau, juga punya potensi serupa yang tak kalah menarik. Sebut saja di Rokan Hilir ada batu pulau jemur, di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dengan batu akik Laksmana Indragiri dan lainnya.
”Dari fakta-fakta itu, maka sudah jelas menggambarkan bahwa potensi batu di Riau sangat menjanjikan. Dengan potensi ini, sebaiknya dikelola dengan baik lewat regulasi yang jelas. Sehingga hasilnya betul-betul bisa dirasakan oleh daerah dan masyarakat setempat,” ujar Nasrul Hadi yang akrab dipanggil “NH”.
Misalnya lewat regulasi Peraturan Daerah (Perda), sebagaimana yang sudah dilakukan oleh beberapa daerah penghasil batu akik lainnya, seperti Bengkulu, Aceh dan lain-lain. Di Rokan Hulu juga sudah mulai mengarah ke sana, karena memang potensinya sangat menjanjikan.
Kita di dewan saat ini memang sedang menggodok naskah peraturan daerah tentang batu akik ini. Dengan adanya Perda ini diharapkan, membuka peluang income bagi masyarakat, PAD (Pendapatan Asli Daerah) untuk pemerintah daerah dan mampu menjaga kelestarian lingkungan.
Untuk memuluskan gagasan ini, tentu harus mendapat dukungan semua pihak, termasuk para pengusaha. Karena perda ini juga akan mengatur bagaimana proses eksploitasi batu-batu tersebut secara benar. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. (ar)
Saking menggilanya, orang yang tak pakai batu cincin, tangannya langsung disebut kaki. "Turunkan kakimu," begitu kira-kira sindiran bagi tangan yang tak pakai batu cincin. Itu artinya, secara tak langsung mengisyaratkan, baru boleh disebut tangan, kalau sudah pakai batu cincin melingkar dijari. Ada ada saja. Tapi itulah fenomenanya.
”Terlepas dari itu, saya pikir ini peluang. Peluang menggairahkan potensi ekonomi kerakyatan, karena masyarakat biasa dengan mudah bisa menggeluti usaha ini. Misalnya saja, untuk membuka usaha pengasahan dan penjualan batu akik, tak perlu modal besar, karena modalnya relatif kecil. Artinya, tak perlu harus mengeluarkan uang berjuta-juta,” terang Ketua DPRD Rokan Hulu, Nasrul Hadi Selasa (31/3).
Lanjutnya, umumnya tarif pengasahan sekitar Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu perbatu. Sepuluh batu saja mampu diasah setiap hari, yang dirata-ratakan seharga Rp 30 ribu, minimal sudah Rp 300 ribu penghasilan yang bisa dibawa pulang setiap hari. Angka itu dipikir masih angka minimum. Bagaimana kalau sudah puluhan buah, sudah berapa duit yang bisa dibawa pulang.
”Inilah yang saya maksud potensi usaha baru yang sekarang sedang buming-bumingnya. Masyarakat yang jeli, usaha ini juga bisa menjadi sumber pendapatan baru dan cukup menjanjikan. Faktanya sudah banyak yang membuktikan dan tidak sedikit masyarakat yang sudah beralih usaha menjadi penjual dan pengasah batu akik,” jelasnya Nasru Hadi yang juga Mantan Dirut Perusda Rokan Hulu.
Dijelaskannya, terus lewat fenomena ini, juga menjadi moment bagi daerah untuk menggali potensi batu di daerahnya masing-masing, di sejumlah daerah di Riau, juga memiliki jenis-jenis batu yang punya nilai ekonomi tinggi yang selama ini masih terendam dan kualitasnya tak kalah dari batu-batu lain yang sudah punya nama duluan.
Tambahnya, di Rokan Hulu misalnya, sudah teridentifikasi sejumlah jenis batu yang memiliki kualitas bagus dan sudah pula diuji secara resmi di Internasional Gemological Laboratory (IGL) Jakarta Dinas Pertambangan dan Energi (Distmaben) Rokan Hulu.
Hasilnya, IGL menyatakan 5 batu akik Rokan Hulu merupakan batu mulia kelas tiga dengan tingkat kekerasan 7 Mohs. Batu-batu yang dimaksud adalah batu akik jenis Batik, Blue Rokan, Solar Rokan, Badar Besi dan batu jenis Jangek. Saya pikir ini potensi daerah yang bisa menjadi sumber pendapatan yang sangat menjanjikan, baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.
Mungkin daerah-daerah lainnya di Riau, juga punya potensi serupa yang tak kalah menarik. Sebut saja di Rokan Hilir ada batu pulau jemur, di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dengan batu akik Laksmana Indragiri dan lainnya.
”Dari fakta-fakta itu, maka sudah jelas menggambarkan bahwa potensi batu di Riau sangat menjanjikan. Dengan potensi ini, sebaiknya dikelola dengan baik lewat regulasi yang jelas. Sehingga hasilnya betul-betul bisa dirasakan oleh daerah dan masyarakat setempat,” ujar Nasrul Hadi yang akrab dipanggil “NH”.
Misalnya lewat regulasi Peraturan Daerah (Perda), sebagaimana yang sudah dilakukan oleh beberapa daerah penghasil batu akik lainnya, seperti Bengkulu, Aceh dan lain-lain. Di Rokan Hulu juga sudah mulai mengarah ke sana, karena memang potensinya sangat menjanjikan.
Kita di dewan saat ini memang sedang menggodok naskah peraturan daerah tentang batu akik ini. Dengan adanya Perda ini diharapkan, membuka peluang income bagi masyarakat, PAD (Pendapatan Asli Daerah) untuk pemerintah daerah dan mampu menjaga kelestarian lingkungan.
Untuk memuluskan gagasan ini, tentu harus mendapat dukungan semua pihak, termasuk para pengusaha. Karena perda ini juga akan mengatur bagaimana proses eksploitasi batu-batu tersebut secara benar. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. (ar)
Komentar
Posting Komentar